SEKILAS TENTANG KALIMANTAN SELATAN
SEKILAS TENTANG
KALIMANTAN SELATAN
Provinsi
ini mempunyai 11 kabupaten dan 2 kota. DPRD Kalimantan Selatan dengan surat keputusan No. 2
Tahun 1989 tanggal 31 Mei 1989 menetapkan 14 Agustus 1950 sebagai Hari Jadi
Provinsi Kalimantan Selatan. Tanggal 14 Agustus 1950 melalui Peraturan
Pemerintah RIS No. 21 Tahun 1950, merupakan tanggal dibentuknya provinsi
Kalimantan, setelah pembubaran Republik Indonesia Serikat (RIS), dengan
gubernur Dokter Moerjani. Penduduk Kalimantan Selatan berjumlah 3.626.616 jiwa
(2010).
Kawasan
Kalimantan Selatan pada masa lalu merupakan bagian dari 3 kerajaan besar yang
pernah memiliki wilayah di daerah ini, yakni Kerajaan Negara Daha, Negara Dipa,
dan Kesultanan Banjar. Setelah Indonesia merdeka, Kalimantan dijadikan propinsi
tersendiri dengan Gubernur Ir. Pangeran Muhammad Noor. Sejarah pemerintahan di
Kalimantan Selatan juga diwarnai dengan terbentuknya organisasi Angkatan Laut
Republik Indonesia ( ALRI ) Divisi IV di Mojokerto, Jawa Timur yang
mempersatukan kekuatan dan pejuang asal Kalimantan yang berada di Jawa. Dengan
ditandatanganinya Perjanjian Linggarjati menyebabkan Kalimantan terpisah dari
Republik Indonesia. Dalam keadaan ini pemimpin ALRI IV mengambil langkah untuk
kedaulatan Kalimantan sebagai bagian wilayah Indonesia, melalui suatu
proklamasi yang ditandatangani oleh Gubernur ALRI Hasan Basry di Kandangan 17
Mei 1949 yang isinya menyatakan bahwa rakyat Indonesia di Kalimantan Selatan
memaklumkan berdirinya pemerintahan Gubernur tentara ALRI yang melingkupi
seluruh wilayah Kalimantan Selatan. Wilayah itu dinyatakan sebagai bagian dari
wilayah RI sesuai Proklamasi kemerdekaaan 17 agustus 1945. Upaya yang dilakukan
dianggap sebagai upaya tandingan atas dibentuknya Dewan Banjar oleh Belanda.
Menyusul
kembalinya Indonesia ke bentuk negara kesatuan kehidupan pemerintahan di daerah
juga mengalamai penataaan. Di wilayah Kalimantan, penataan antara lain berupa
pemecahan daerah Kalimantan menjadi 3 propinsi masing-masing Kalimantan Barat,
Timur dan Selatan yang dituangkan dalam UU No.25 Tahun 1956. Berdasarkan UU
No.21 Tahun 1957, sebagian besar daerah sebelah barat dan utara wilayah Kalimantan
Selatan dijadikan Propinsi Kalimantan Tengah. Sedangkan UU No.27 Tahun 1959
memisahkan bagian utara dari daerah Kabupaten Kotabaru dan memasukkan wilayah
itu ke dalam kekuasaan Propinsi Kalimantan Timur. Sejak saat itu Propinsi
Kalimantan Selatan tidak lagi mengalami perubahan wilayah, dan tetap seperti
adanya. Adapun UU No.25 Tahun 1956 yang merupakan dasar pembentukan Propinsi
Kalimantan Selatan kemudian diperbaharui dengan UU No.10 Tahun 1957 dan UU
No.27 Tahun 1959.
Secara
geografis, Kalimantan Selatan berada di bagian tenggara pulau Kalimantan,
memiliki kawasan dataran rendah di bagian barat dan pantai timur, serta dataran
tinggi yang dibentuk oleh Pegunungan Meratus di tengah.
Usaha
perikanan tangkap di Sulawesi Selatan dilaksanakan di laut dan perairan umum.
Pada usaha perikanan tangkap di laut komoditi hasil tangkapannya yang sangat
menonjol dan bernilai ekonomis tinggi meliputi ikan tuna/cakalang,
kerapu/kakap, udang dan cumi-cumi. Sedangkan usaha perikanan tangkap di
perairan umum komoditi hasil tangkapannya meliputi ikan nila, gabus, sepat siam,
mujair, betok, mas dan tawes. Produksi 2007 (Ton) 282.535.
Luas
wilayah Penangkapan dilaut 12.000 km2 dengan garis pantai sepanjang 1.331.091
km yang diusahakan nelayan. Usaha penangkapan saat ini baru pada jalur I (3 mil
dari pantai) sedangkan jalur II (7-12 mil dari laut) masih belum dimanfaatkan.
Propinsi
Kalsel memiliki potensi perikanan yang cukup besar, meliputi perikanan darat,
yang banyak terdapat di sungai-sungai, danau, dan persawahan, serta perikanan
laut yang banyak dijumpai di Kabupaten Tanah Laut dan Tabalong. Produksi
perikanan di daerah ini tahun 1997 dan 1998 adalah sebagai berikut: perikanan
laut 100.365,6 ton dan 91.468,6 ton, se¬mentara perikanan darat 65.884,7 ton
dan 155.561,5 ton. Ekspor hasil perikanan darat dan laut dari Kalsel antara
lain adalah udang beku, ubur-ubur, kakap dan kepala kakap beku, bulus dan
kura-kura hidup, kepiting, betutu, ebi, udang papal, kulit kura-kura, dan
sebagainya.
Nilai
ekspor Kalsel atas komoditas itu pada 1998 dapat dilihat pada data berikut:
udang beku US$ 15.210.029; ubur-ubur US$ 490.823; filter kakap beku US$
578.134; bulus hidup US $ 3.600.998; kura-kura hidup US$ 3.939.469; ikan kakap
US$ 64.531; betutu US$ 1.230; kepiting hidup US $ 288; kepala kakap beku US$
5.052; ebi US$ 507.857; udang galah US$ 1.700; udang papal US$ 600; dan kulit
kura-kura US$ 200.
Hasil
produksi ikan laut dan darat pada 1998 ternyata menurun dibandingkan 1997.
Tetapi, nilai produksinya meningkat, sebagaimana terlihat dalam data berikut;
nilai produksi ikan laut tahun 1997 mencapai Rp 22.4961.684.000,00 dan nilai
produksi tahun 1998 Rp 761.801.725.000,00 (nilai hasil tangkapan ikan laut dari
Kabupaten Tanah Laut, Kotabaru, Banjar, Barito Kuala, dan Banjarmasin meningkat
drastis). Sementara itu, nilai produksi ikan darat tahun 1997 mencapai Rp
193.294.525.000,00 dan nilai produksi tahun 1998 Rp 394.290.963.000,00
(nilainya juga meningkat, terutama dari hasil tangkapan di Hulu Sungai Tengah,
Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Selatan, Tabalong dan Banjarmasin). Dengan nilai
sebesar itu, dapat dikatakan bahwa Kalsel memiliki potensi besar dalam sektor
perikanan, baik perikanan laut maupun darat. Apalagi, kalau potensi yang sudah
bagus itu dapat dikembangkan lagi dengan menggunakan peralatan penangkap ikan
yang lebih canggih dan modern, hasilnya pasti lebih banyak lagi. Tentu, hal
yang sama juga berlaku bagi daerah lain yang memiliki potensi besar dalam
sektor perikanan.
Read Users' Comments (0)